Mulut kita ini, lidah kita ini, tubuh kita ini, betapa
seringnya merendahkan manusia lain. Allah tidak malu menciptakan mereka, tetapi
kita sering merasa malu berdekatan dengan mereka, bergaul dengan mereka,
bersahabat dengan mereka, atau sekedar bertemu dengan mereka hanya karena
derajatnya tidak sama.
Betapa
menyedihkan jika telinga ini mendengar orang mengeluhkan dengan pandangan yang
merendahkan atas orang-orang kampung yang karena tidak berkesempatan kuliah,
membuat mereka tidak bisa menangkap pembicaraan Pak Mahasiswa yang bicaranya
pakai istilah sulit-sulit (meskipun sebenarnya bisa disederhanakan
sampai sangat sederhana).
Betapa
menyedihkan ketika saya harus membaca tukang-tukang becak dipersalahkan dan
dinistakan sebagai pembangkang hanya karena mereka tidak bisa beralih profesi
menjadi sopir angkot ketika pejabat melarang becak dan menyuruh mereka untuk
menjadi sopir angkot saja. Bukankah untuk mencapai yang lebih baik
seseorang membutuhkan ilmu, keterampilan, dan modal, di samping kemauan? Aku
tahu, tukang-tukang becak itu bukannya tidak mau berjualan di kios-kios pasar
atau menjadi sopir angkot. Tetapi mereka itu tidak mampu. Karena itu, jangan
sekali-kali engkau rendahkan saudara-saudaraku itu di rumah-rumahmu ketika
engkau membaca koran atau majalah hanya karena engkau belum pernah merasakan
bagaimana letihnya menarik becak. Jangan engkau rendahkan orang yang kulitnya
tidak seputih dirimu. Jangan engkau rendahkan orang yang rambutnya tidak sebaik
rambutmu. Jangan engkau rendahkan mereka yang diciptakan Allah dengan wajah
yang tidak tampan dan tidak pula manis.
Sebab Allah tidak pernah malu menciptakan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar