Selasa, 31 Juli 2012

KONFLIK ETNIS ROHINGYA




Rakhine - Ketegangan yang terus berlanjut di negara bagian Rakhine utara, Myanmar, dikhawatirkan sumber-sumber intelijen akan menyemai benih-benih radikalisme dan militansi kaum Rohingya.

Sebagaimana santer diberitakan belakangan ini di berbagai media, Kekerasan etnis Rohingya dan Rhakine memangsa 78 orang tewas pada Juni lalu, sementara sejumlah 90.000 orang mengungsi. Tindak kekerasan itu bermula dari desas-desus mengenai seorang perempuan Rhakine yang diperkosa tiga etnis Rohingya.
Dari perspektif keamanan, situasi negara bagian Rakhine ini sangat ringkih dan mudah meletup setiap saat, kata seorang diplomat asing di Yangon. Ia lebih was-was terhadap dukungan dan dana asing yang mungkin dipasok ke komunitas Rohingya, yang kekuatannya bisa menggelinding cepat seperti bola salju.
Etnis Rohingya berpindah dari India yang kemudian memisahkan diri menjadi Bangladesh sekarang, ke Burma pada pertengahan abad 18. Mereka menetap di negara bagian Rakhine, tapi tidak pernah dianggap sebagai warga negara Myanmar, sementara Bangladesh juga melihat mereka dengan mengernyitkan dahi. Ada sekitar 800.000 orang Rohingya di Myanmar.
Mereka sering juga disebut sebagai orang Bengali, namun mereka tidak masuk dalam daftar 130 etnis nasional Myanmar dan telah dipinggirkan selama beberapa dekade.
Militansi kaum Rohingya pada awal 1980-an dan 1990-an tidak berlangsung lama. Baru-baru ini ada laporan yang belum dikonfirmasikan kebenarannya mengenai dua pengungsi Rohingya yang ditahan aparat Bangladesh karena diketahui intensif berhubungan dengan kelompok militan terlarang di Bangladesh, Jamiat-ul Mujahidin.
Badan-badan keamanan dan intelijen Bangladesh khawatir Jamiat-ul Mujahidin ini akan menggunakan etnis Rohingya sebagai tempat penyemaian bibit radikalisme yang bisa mengubah hubungan Bangladesh–Myanmar menjadi semakin masam.
Setelah kekerasan membara di Rakhine, Taliban Pakistan menampilkan diri sebagai pahlawan pembela kaum muslimin Rohingyaa dan mengatakan “kami akan membalas dendam darah Anda”. Hizbullah dan Taliban Afghanistan juga menyatakan dukungan kepada etnis Rohingya.
Pejabat-pejabat India takut kelompok Islam Radikal ini bisa mengekspolitasi situasi kaum Rohingya untuk kepentingan mereka sendiri, menurut laporan yang ditulis di koran International Business Times. PBB memandang Rohingya sebagai salah satu kelompok minoritas paling teraniaya di dunia.
Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin kemarin menolak tuduhan penyiksaan terhadap kaum Rohingya oleh tentara Myanmar. Pada konferensi pers di Yangon yang dihadiri Pelapor Khusus PBB Tomas Ojea Quintana, ia mengatakan pemerintah Myanmar "menahan diri secara maksimun "terhadap konflik etnis di Rakhine.
Menurut Lwin konflik ini dicoba ditarik oleh kelompok-kelompok di luar Myanmar sebagai konflik sektarian yang berbahaya. Padahal ini murni konflik etnis. Presiden Myanmar Thein Sein mengatakan bahwa hanya generasi ketiga keturunan Rohingya yang datang ke negara itu sebelum kemerdekaannya pada 1948 diakui sebagai warga negara.
Dia juga mengatakan kaum Rohingya harus dipulangkan ke negara lain (Bangladesh). Namun ratusan ribu orang Rohingya tidak memiliki kelengkapan administrasi. Pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi juga kecewa kepada para aktivis hak asasi manusia dengan tidak menawarkan dukungan yang lebih kuat kaum Rohingya. [Dari berbagai sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger